Adat bagi masyarakat telah terbentuk sejak orang Minang mengenal dirinya dalam bentuk masyarakat, yang dimulai dari “Taratak, Dusun, Koto dan Nagari”.
“Sarasah gunuang marapi, balerang badarai-darai, kapa pacah nakodo mati, anak dagang bacarai-carai.”
Awal mula nenek moyang Koto Baru berasal dari Bulakan Sungai Tarab sekitar awal abad-19,karna ada keinginan mereka untuk mencari pemukiman yang baru, maka dilakukan penelusuran menuju ke arah gunung merapi. Setelah sampai di daerah gunung merapi, rombongan tadi terbagi menjadi 2 rombongan. Rombongan pertama sampai di sebuah bukit dimana rombongan tersebut bisa“mancaguah-caguah” (melihat-lihat), maka bukit itu dinamakan “Bukik Caguah”. Rombongan yang ke dua sampai di sebuah bukit lagi dimana rombongan tersebut bisa “manyalo-nyalo” (menyahut/menghimbau) rombongan pertama, maka bukit itu bernama “guguak salo”.
Setelah rombongan pertama melihat-lihat dan rombongan kedua menyahut-nyahut maka sepakat lah mereka untuk turun ke lembah bukit tersebut. Setelah kedua rombongan bertemu di lembah tersebut maka duduklah mereka untuk melakukan musyawarah (“duduak baselo”), maka tempat tersebut dinamakan “selo gadang”.
Dari hasil musyawarah itu, diambillah kesepakatan untuk tempat tinggal pertamayaitu bertempat di Sarasah yang berada sekitar 500m arah barat dari selo gadang. Kemudian menetap di Sarasah sebagai Taratak, kemudian datang lagi rombongan lain ke Taratak tersebut,dan akhirnya berkembanglah wilayah tersebut menjadi sebuah Dusun.
Seiring dengan perkembangan penduduk, maka Dusunpun menjadi Koto yang letaknya di“Bukik caguah”, maka itulah yang dijadikan Koto yang selanjutnya disebut kapalo koto. Setelah itu, dari koto ini maka berkembanglah pemukiman-pemukiman baru menuju ke arah timur. Seiring dengan waktu maka berpindahlah pusat koto tadi ke pemukiman baru ini yaitu daerah balai-balai sekarang (medan nan bapaneh) maka inilah muasal nama dari Koto Baru yang selanjutnya menjadi Nagari Koto Baru.